Joel dibesarkan dalam keluarga Kristen yang taat. Ia sangat rajin membaca dan memahami Alkitab. Ia membaca Alkitab dengan sangat hati-hati, teliti dan kritis dalam memahami isinya. Sampai beranjak dewasa, ia terus berusaha menjadi hamba yang taat. Ia ketika itu sama sekali belum mengenal agama Islam dan tidak mengenal seorang muslimpun.
Mengenal dan masuk Islam Joel mengenal Islam ketika kuliah di Amerika sesudah peristiwa kelam 11 September. Menyusul tragedi itu, ia mulai mendengar desas-desus mengenai Islam dan umat Muslim. Keinginan untuk lebih memahami Islam mulai muncul ketika Joel berencana melakukan perjalanan ke Maroko. Saat itu, ia mencari referensi yang dapat memberikannya petunjuk umum tentang Maroko. Lucunya, Joel bukannya membaca buku panduan wisata, melainkan justru membaca Alquran. Meski sudah enam bulan membacanya, Joel tidak tahu bahwa Alquran merupakan Kitab Suci umat Islam. Setelah membaca Alquran ia baru tahu bahwa kisah-kisah dalam Alquran ternyata sangat berhubungan dengan sejarah Kristen atau Yahudi. Sepulang dari Maroko, Joel memutuskan untuk melanjutkan mempelajari Alquran. Ia kemudian menghubungi sebuah yayasan Islam yang ditemukannya ketika berjalan-jalan di Kota New Hampshire karena ingin belajar tentang Islam. Joel kemudian mengenal seorang Muslim yang kemudian mengajaknya ke Masjid New Hampshire. Di sanalah, Joel kemudian mempelajari Alquran. Ia menemukan orang-orang di sana semua menyambutnya dengan sangat ramah. Tak lama kemudian, Joel pun mengucap syahadat dan memeluk Islam. Helfia Nil Chalis, www.helfia.net, ChalisHomeBiz.com Disarikan dari Republika.co.id tulisan Afriza Hanifa
0 Comments
REPUBLIKA.CO.ID, Hidayah bisa datang kapan saja dan ke siapa pun termasuk kepada Darrick Abdul Hakim, warga Amerika Serikat.
Dia mulai mendapat hidayah setelah mempelajari dan membaca Alquran. Darrick juga membeli dan membaca 10 biografi tentang Nabi Muhammad. ''Aku kagum dengan hidupnya. Aku tidak melihat Muhammad dari perspektif Kristen, tetapi dari perspektif sejarah, politik dan budaya,'' kata dia. Pria ini masuk Islam pada 12 Oktober 2001. Pencariannya tentang Islam telah membawanya menuju kebahagiaan. Sebelumnya, Darrick adalah seorang penganut Kristen yang taat dan dibesarkan dalam lingkungan Kristen. Keyakinannya mulai goyah saat usianya menginjak 17 tahun. Dia mulai mengamati rekan-rekannya yang beragama Kristen secara mendalam. Darrick terkejut setelah mengetahui ternyata teman-temannya tidak mempraktikkan 100 persen keimanan Kristen. Ia semakin tidak puas dengan kehidupannya saat itu. ''Aku menjadi semakin tidak puas dengan kitab suci Alkitab. Misalnya, keyakinan bahwa Yesus diklaim sebagai Tuhan adalah tambahan dari gereja. Yesus pasti tidak pernah mengaku dirinya Tuhan,'' kata dia seperti dikutip Arab News. Darrick pun mencoba menyelamatkan iman Kristennya. Tapi, seiring berjalannya waktu, dia mulai meragukan kepercayaannya. Dia pun meninggalkan gereja, dan menjadi seorang agnostik. ''Aku bukan ateis, hanya bingung tentang siapa tuhanku,'' ujarnya. Darrick kemudian mempelajari buku-buku yang membahas agama di dunia. Saat mempelajari Alquran pemberian dari seorang pria, ia tertegun dan kagum setelah membaca isinya. “Ini (Alquran) sesuatu yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Alquran begitu mudah dipahami dan begitu jernih untuk orang awam sepertiku,'' ungkapnya. Dia mulai mendapat hidayah setelah mempelajari dan membaca Alquran. Rasa penasarannya semakin muncul saat tragedi peledakan gedung World Trade Center (WTC) di New York pada 11 September 2001 lalu. ''Pada 11 September, aku melihat pusat perdagangan dunia runtuh. Aku bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah ajaran Islam memprovokasi tindakan semacam itu? Mungkinkah Islam sedemikian buruk?'' kata Darrick. Namun, pertanyaan ini pun terjawab setelah Darrick membaca dan mempelajari Alquran secara mendalam. ''Semakin aku baca, semakin aku menemukan bahwa Islam adalah agama yang mengecam segala bentuk ekstremisme. Islam mengajarkan kedamaian,'' ujarnya. Darrick pun membeli dan membaca 10 biografi tentang Nabi Muhammad. ''Aku kagum dengan hidupnya. Aku tidak melihat Muhammad dari perspektif Kristen, tetapi dari perspektif sejarah, politik dan budaya,'' kata dia. Selanjutnya, Darrick memutuskan untuk menjadi mualaf pada 12 Oktober 2001. Pencariannya tentang Islam telah membawanya menuju kebahagiaan. Redaktur: Chairul Akhmad Reporter: Umi Lailatul Dilansir oleh: Helfia Nil Chalis www.helfia.com Sumber: www.Republika.co.id Kisah Mualaf yang sangat menarik ini akan kami terbitkan dalam 4 episode (episode terakhir). Selamat mengikuti. Helfia, www.helfia.net.
Republika.co.id, Jadi Pribadi yang Lebih Baik Kapok menantang Allah, Ruben pun kembali ke masjid dan bermaksud mengucapkan syahadat. Jamaah di masjid pun menyaksikan perubahan hidup Ruben menuju kebaikan. Namun, Ruben mengaku kesulitan saat harus mengucapkan syahadat dengan bahasa Arab. "Bisakah aku mengucapkannya dengan bahasa Inggris?" tawarnya kepada Abu Hamzah. Tentu saja, permintaan Ruben tak diizinkan. Meski harus berkali-kali keseleo lidah, akhirnya Ruben mampu bersyahadat. "Pemandu bilang Asyhadu ... aku jawab, Asy… apa? Asy… apa?’ Berulang-ulang. Sangat menggelikan," kenangnya. Usai mengucapkan syahadat, seluruh jamaah pria di masjid pun menciumnya. Saat itu, masjid dipenuhi jamaah karena bertepatan dengan hari pertama Ramadhan. Menurut Ruben, baru kali itu ia dicium begitu banyak pria. Namun, ia sangat senang. Ini peristiwa sangat berharga dan tak mungkin ia lupakan. Sementara itu, keluarganya merasa cemas dengan keislaman Ruben. Mereka menyangka putra mereka telah masuk ke dalam kelompok teror. "Mereka takut jika nanti aku memegang senapan AK 47 dan granat,'' kata Ruben sembari tersenyum. Namun, hari demi hari, orang tua Ruben justru mendapati anaknya menjadi pribadi yang patuh dan baik. Mereka pun menyukai perubahan Ruben. Bahkan, sang ayah ikut tertarik membaca Alquran. "Kini, kamu menjadi orang yang lebih bisa diandalkan, dipercaya, dan dapat dimintai tolong," tutur Ruben menirukan ucapan sang ayah. Redaktur: Chairul Akhmad Reporter: Afriza Hanifa Diterbitkan ulang oleh: Helfia Nil Chalis, www.helfia.net Kisah Mualaf yang sangat menarik ini akan kami terbitkan dalam 4 episode. Selamat mengikuti. Helfia, www.helfia.net.
REPUBLIKA.CO.ID, "Betapa arogannya aku menuntut tanda, padahal matahari dan semua yang diciptakan-Nya merupakan tanda.'' Ruben pun serta-merta menanyakan banyak hal tentang Islam. Misalnya, mengapa Abu Hamzah berjanggut dan mengapa Muslimah berhijab. Ia tanyakan pula mengenai praktik poligami dan lain sebagainya. Saat itu, Ruben dengan sombong menyangka pertanyaan itu sangat berat dan akan menyulitkan Abu Hamzah. Namun, lagi-lagi Ruben tercengang. Abu Hamzah mengambil Alquran dan menjelaskannya sesuai firman Allah. "Mereka selalu membuka Alquran untuk menjawab dan sama sekali tidak mengajukan pendapatnya sendiri. Mereka mengatakan tak boleh beropini tentang firman Tuhan," tutur Ruben kagum. Ia pun membawa pulang sebuah kitab Alquran dari masjid tersebut. Ruben membaca terjemahannya dan sangat terkagum-kagum. Ia terpesona bagaimana Alquran menjelaskan proses penciptaan manusia. Butuh enam bulan bagi Ruben untuk menelaah Alquran, hingga ia menyimpulkan, ''Inilah yang aku cari dan perlukan.'' Dari tahap awal tersebut, Ruben pun berpikir untuk menantang Allah sebelum benar-benar bersyahadat dan memeluk Islam. Ia menyalakan lilin, duduk di dekat jendela, seraya berkata, "Allah, ini adalah saat bagi saya untuk terjun ke Islam. Yang saya butuhkan hanya sebuah tanda. Hanya tanda kecil, mungkin sedikit petir, atau mungkin rumah yang runtuh.'' Lama ia menunggu, tak ada tanda apa pun. Lilin yang ia harapkan padam sebagaimana yang sering ia lihat di film, tak terjadi. "Ayolah Allah, satu saja,'' Ruben memaksa. Namun, tetap tak ada apa pun yang terjadi. "Terus terang, aku sangat kecewa," kata Ruben kepada Tuhan. Dengan perasaan kecewa, Ruben kembali membuka Alquran, kemudian membaca ayat berikut: "Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari, dan bulan untukmu. Dan, bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami-(nya).'' Membacanya, bulu roma Ruben berdiri. Ia segera lari ke tempat tidur dan sembunyi di balik selimut. Berkeringat dingin, ia tak mampu melakukan apa pun saking takutnya. "Betapa arogan aku menuntut tanda, padahal matahari dan semua yang diciptakan-Nya merupakan tanda.'' (bersambung) .... Redaktur: Chairul Akhmad Reporter: Afriza Hanifa Diterbitkan ulang oleh: Helfia Nil Chalis, www.helfia.net Kisah Mualaf yang sangat menarik ini akan kami terbitkan dalam 4 episode. Selamat mengikuti. Helfia, www.helfia.net.
REPUBLIKA.CO.ID, Ruben pun menuju gereja dan mendapati orang-orang bernyanyi memuji Tuhan dan mengatakan Tuhan Mahapengasih. Pengalaman pertamanya ke gereja tak serta-merta membuat Ruben puas. Ia terus mempelajari Kristen, termasuk tentang Katolik, Anglikan, Baptisme, imam, pendeta, dan lain sebagainya. Ia pun mengajukan banyak pertanyaan mengenai Kristen tetapi merasa tak cocok dengan agama ini setelah puas dengan berbagai hal yang ingin dia ketahui. Pencarian pun berlanjut. Ia beralih menyelidiki agama Buddha. Kebetulan, Ruben yang bekerja paruh waktu di pompa bensin berteman dengan seorang beragama Buddha. Ia tercengang ketika mengetahui tuhan Buddha memiliki kepala gajah. "Mengapa pria memiliki kepala gajah? Dapatkah kita memilih kepala singa? Atau sesuatu yang lebih perkasa?" tanya Ruben kepada temannya. Ruben tidak bisa menerima logika ini. Ia juga sempat mempelajari agama Mormon. Awalnya, dia menilai, ajaran agama ini sangat baik karena tidak memperbolehkan penganutnya meminum alkohol, kafein, dan cola. Namun dalam hal keimanan, Ruben tidak menemukannya di dalam agama ini. Ia kemudian menyelidiki agama Yahudi. Namun lagi-lagi, Ruben tak menemukan apa yang ia cari. Merasa upayanya sia-sia, ia kemudian menemui seorang temannya untuk berkonsultasi. Si teman yang beragama Kristen pun bertanya, "Bagaimana dengan Islam?" Ruben pun sontak menolak. ''Apa? Islam? Untuk apa aku menyelidiki agama teroris? Gila!" seru Ruben. Masuk masjid Bagai menelan air ludah sendiri. Terbukti, perkataannya tidak sesuai dengan jiwa dan raganya. Ketika suatu kali dia melewati sebuah masjid, dia justru melangkah memasuki masjid itu. "Aku tidak tahu apa yang menggerakkanku, yang jelas aku mengenakan sepatu dan langsung masuk begitu saja. Aku pikir, aku akan mati di dalam masjid itu karena aku satu-satunya orang kulit putih.'' Ruben pun bertemu dengan seorang pria berperawakan besar asal Timur Tengah, berjanggut dan mengenakan gamis. Ruben menggambarkannya mirip para tersangka teroris. Dan yang mengagetkan, sosok tersebut menyapa sangat ramah, bahkan menyuguhkan sajian layaknya menerima tamu. ''Namanya Abu Hamzah. Aku tak pernah membayangkan akan mendapat perlakuan seperti ini,” kenangnya. (bersambung)..... Redaktur: Chairul Akhmad Reporter: Afriza Hanifa Diterbitkan ulang oleh: Helfia Nil Chalis, www.helfia.net Kisah Mualaf yang sangat menarik ini akan kami terbitkan dalam 4 episode. Selamat mengikuti. Helfia, www.helfia.net.
REPUBLIKA.CO.ID, Ruben Abu Bakr terpesona bagaimana Alquran menjelaskan proses penciptaan manusia. "Allah, sekaranglah saatnya saya masuk Islam. Saya hanya membutuhkan sebuah tanda. Hanya sebuah tanda kecil, mungkin petir ringan, atau mungkin rumah yang roboh.'' Begitulah, Ruben Abu Bakr pernah menantang Allah SWT sebelum berislam. Ia lalu menyalakan lilin, membuka jendela, dan menanti sebuah tanda dari langit. Ruben adalah pria asal Australia yang sangat humoris. Semula, ia adalah seorang yang tidak percaya Tuhan. Akan tetapi, belakangan ia berhasrat mencari keberadaan Tuhan. Dia kemudian mempelajari semua agama, dari Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, hingga Yahudi. Akhirnya, Ruben justru jatuh cinta pada Islam, agama yang awalnya sangat ia benci gara-gara isu terorisme sehingga ketika itu dia menyingkirkan Islam dari daftar pencarian agamanya. Namun aneh, langkah kakinya justru membawa dia ke sebuah masjid dan bertemu dengan sosok yang luar biasa. Dia pun menceritakan kisah lucunya saat menantang kekuasaan Tuhan kaum Muslim yang justru membuat badannya menggigil ketakutan. Redaktur: Chairul Akhmad Reporter: Afriza Hanifa Diterbitkan ulang oleh: Helfia Nil Chalis, www.helfia.net Sue Watson, Misionaris yang Kini Mendakwahkan Islam
"Apa yang terjadi padamu?" Pertanyaan itu kerap diterimanya ketika bertemu mantan teman-teman sekolah, teman dan pendeta ketika mengetahui dirinya teelah memeluk Islam. Mereka heran dan tak habis pikit mengapa Sue Watson, seorang profesor, pendeta dan misionaris, yang pantas disebut sebagai fundamentalis radikal, kini telah menjadi seorang Muslimah. Tapi itulah jalan hidup. Hidayah menghampiri Watson, membuatnya menjadi tertarik pada Islam, dan akhirnya memeluk agama yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW ini Semua itu bermula ketika ia baru saja lulus dari pendidikan pasca sarjana. Lima bulan setelah mendapatkan gelar Master of Divinity (Ketuhanan) dari sekolah seminari ternama, dia betemu seorang wanita yang pernah bekerja di Arab Saudi dan telah memeluk Islam. Jiwa misionarisnya muncul. Dia pun coba bertanya-tanya kepada wanita itu dengan maksud menjalankan misi kristennya. Kepada wanita itu, Watson bertanya tentang perlakuan Islam terhadap wanita. "Saya terkejut dengan jawabannya. Jawaban itu bukan yang saya harapkan, jadi saya bertanya lagi tentang Tuhan (Allah SWT dan Muhammad," ujarnya. Namun wanitu itu tidak mau menjawab pertanyaan tersebut. Wanita itu justru mengajak Watson untuk berkunjung ke Islamic Center karena di sana ada orang yang bisa menjawab pertanyaan itu dengan lebih baik. Selama delapan tahun, Watson kuliah di sekolah teologi. Sebagai seorang penganut Kristen yang taat, dia memandang Islam sebagai agama setan. Dalam setiap doanya dia meminta kepada Yesus agar dilindungi dari roh-roh jahat. Namun setelah peristiwa di atas dan dia kemudian bergialog di Islamic Center tersebut, dia seperti mendapatkan pandangan lain tentang Islam. "Saya cukup terkejut dengan pendekatan mereka (umat Islam), karena langsung dan lugas. Tidak ada intimidasi, pelecehan (terhadap agama lain), dan tidak ada manipulasi psikologis," kisahnya. Bahkan, Watson menceritakan, ulama atau ustadz di Islamic Center itu menawarkan dirinya untuk mempelajari Alquran di rumahnya. "Ini seperti studi tandingan untuk Alkitab. Saya tidak percaya, mereka kemudian memberikan beberapa buku mengenai Islam dan mengatakan jika saya memiliki pertanyaan maka mereka akan bersedia menjawabnya di kantor," katanya. Malamnya, Watson langsung membaca semua buku itu. Itulah untuk kali pertama, dia membaca buku tentang Islam yang ditulis oleh seorang Muslim sendiri. Selama ini, dia hanya membaca buku-buku mengenai Islam yang ditulis oleh orang Kristen. Keesokan harinya, dia kembali menemui Ustadz itu untuk menanyakan beberapa hal mengenai Islam yang didapatnya dari membaca buku itu. Hal itu terus terulang setiap hari selama sepekan. Hingga tanpa terasa dia telah membaca sebanyak 12 buku dalam tempo sepekan itu. Dari situ, dia mulai memahami mengapa Muslim itu merupakan orang yang paling sulit di duania ini untuk diajak memeluk Kristen. Mengapa? Karena tak ada lagi yang bisa ditawarkan kepada mereka (Muslim). Islam mengajarkan hubungan dengan Tuhan, pengampunan dosa, keselamatan, dan janji kehidupan yang kekal," paparnya. Selama menjalani proses dialog itu, secara alamiah, pertanyaan pertamanya terpusat kepada Allah, Tuhannya umat Islam. Siapakah Allah yang disembah kaum Muslim ini? Sebagai seorang Kristen, dia diajarkan bahwa Allah itu merupakan Tuhan palsu. Namun setelah membaca buku Islam dan berdialog, dia baru mengetahui bahwa Allah itu Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Allah itu Esa. Tak ada Tuhan lain yang mendampingi Allah. Lantas, pertanyaan tentang Muhammad. Siapa ini Muhammad? Dia baru mengetahui bahwa umat Muslim tidak berdoa kepada Muhammad seperti orang Kristen berdoa kepada Yesus. Dia (Muahmmad) juga bukan perantara, sehaingga dilarang berdoa kepadanya. Dia pun mengetahi bahwa umat Islam juga percaya pada Yesus sebagai seorang nabi seperti Muhammad. Menurutnya, banyak kesalahpahaman dari penganut Kristen tentang Islam. Tanpa disadarinya, dia mulai mengakui kebenaran Islam. "Tapi saya tidak beralih memeluk Islam pada waktu itu juga karena saya belum percaya sepenuhnya di dalam hati. Saya terus pergi ke gereja, membaca Alkitab, tapi di satu sisi juga bealajr Islam di Islamic Center. "Saya benar-benar meminta petunjuk Tuhan, karena tak mudah untuk pindah agama. Saya tak mau kehilangan keselamatan," ucapnya. Dua bual setelah proses pengenalannya tentang Islam, Watson masih terus meminta kepada Tuhan agar diberikan petunjuk. Hingga akhirnya, suatu ketika, dia merasakaan ada sesuatu yang jatuh meresap ke dalam dirinya. "Saya lantas terduduk, dan itulah untuk kali pertama saya menyebut nama Allah SWT. Ada kedamaian yang dirasakan. Dan sejak itu, empat tahun lalu hingga sekarang, saya bercaya bahwa Engkaulah satu-satunya Tuhan dan hanya Engkau Tuhan yang sesungguhnya," tuturnya. Keputusannya memeluk Islam bukannya tanpa risiko. Setelah menjadai mualaf, Watson dipecat dari pekerjaan sebagai pengajar di dua Perguruan Tinggi Kolese, dikucilkan oleh mantan teman-temannya di Sekolah Teologi dan sesama profesor teologi, dan tidak diakui lagi oleh keluarga suaminya. Plihannya itu juga disikapi negatif oleh anak-anaknya yang sudah dewasa dan dicurigai oleh pemerintahnya sendiri. "Tanpa adanya kekuatan iman, mungkin saya sudah tak sanggup menghadapi itu semua," ujarnya. "Saya sangat berterimakasih kepada Allah SWT yang telah menjadikan saya sebagai Muslim. Dan saya berharap hidup dan mati sebagai Muslim." Mantan misionaris yang kini telah berganti nama menjadi Khadijah Watson itu, sekarang bekerja sebagai seorang guru untuk melayani perempuan di salah satu pusat dakwah di Jeddah, Arab Saudi. Dilansir oleh: Helfia Nil Chalis www.helfia.net Sumber: Kumpulan Kisah-kisah Mualaf, Andi Muhammad Ali, Google+, www.wattpad.com |
ISLAM
Cari artikel? Gunakan Search Box di pojok kanan atas halaman ini. Kebenaran Quran dan Ajaran IslamMenyampaikan bukti-bukti kebenaran Quran dan ajaran Islam melalui tulisan dan pengakuan ahli ilmu pengetahuan dunia yang diambil dari berbagai sumber.
Archives
April 2024
Categories
All
|